Halaman

Selasa, 04 Desember 2018

MAKALAH TENTANG FARMAKOLOGI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  latar belakang
Yang dimaksud dengan obat ialah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit atau gejala gejalanya. Obat yang pertama digunakan adalah obat yang berasal dari tanaman yang dikenal dengan sebutan obat tradisional {jamu}. Obat-obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktifitas yang sering kali berbeda beda tergantung dari asal tanaman  dan cara pembuatanya.
      Hal ini di anggap kurang memuaskan, maka lambat laun ahli ahli kimia mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam tanaman, sehingga menghasilkan serangkain zat-zat kimia sebagai obat misalnya : efekdrin dari tanaman ephedra vulgaris : atropine dari atropa belladonna ; morfin dari papaver sommiferum: digoksin dari digitalis lanata; reserpin dari rauwolfia serpintina: sedangkan viblastin adalah obat kanker dari vinca rosea.
      Pada permulaan abat XX mulailah dibuat  sintetisnya, misalnya: asetosal disusul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penuaan dan pengguan obat obat kemoterapiutik sulfanilamit {1935} dan penisilin {1940} sejak tahun 1945 ilmu kima, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal inimenguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obatan baru.
      Penemuan penemuan baru menghasilkan lebih 500 macam obat seperti tahunnya, sehingga obat-obat kuno makin terdesak oleh obat-obat baru. Kebanyakan obat obat yang kini digunakan ditemukan sekitar 20 tahun yang lalu, sedangkan obat-obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat modern tersebut.

Ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan adalah FARMAKOLOGI. Berasal dari kata phaarnacon yang artinya obat atau racun dan logos yang berarti ilmu atau pengetahuan. Secara umum farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologi, selain itu juga di pelajari asal usul obat, sifat fisika-kimia, cara pembuata, efek biokimiawi dan fisiologi yang di timbulkan, nasib obat dalam tubuh, dan kegunaan obat dalam terapi ( Priyaanto, 2010 ).


1.1  Tujuan
Berdasarkan tujuan penulisan di atas penulis dapat menyimpulkan tujuan sebagai berikut :
1.      Mengetahui reseptor obat.
2.      Mengetahui mekanisme interaksi obat dengan reseptor.
3.      Mengetahui mekanisme kerja atau efek obat.
4.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi.

1.2  Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan di atas penulis dapat menyimpulkan manfaat sebagai berikut :
Secara Teori :
1.    Bagi penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam menyelesaikan makalah        tentang keperawatan dan mampu berfikir logis.
Secara Praktis :
2.    Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai konsep farmakodinamik.

                                                                    BAB II
TINJAUAN TEORI


1 Farmakodinamik
Farmakodinamika mempelaiari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi Per yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi berguna dalam sintesis obat baru. (Setyawati, Nur Falah,. 2015.)
2.2 Reseptor Obat
Struktur kimia suatu obat berhubungan dengan afi-nitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu. Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain membentuk sistem reseptor-efektor sebelum menimbulkan respons.
Reseptor obat yang paling baik adalah protein regulator, yang meniembatani kerja dan sinyal-sinyal bahan kimia endogen, seperti: neurotransmitter, autacoids, dan hormon. Kelompok reseptor ini menjembatani efek darí sebagian besar agen terapeutik yang paling bermanfaat Kelompok protein lainnya yang telah dikenal jelas sebagai reseptor obat juga termasuk enzim, yang mungkin dihambat (atau, yang kurang umum, diaktifkan) dengan mengikat obat (misalnya dihydrofolate reductase, reseptor untuk obat antikanker methotrexate), protein pembawa/transport protein (misal-nya. Na-/ K+ ATPase, reseptor membran untuk digitalis, glikosid yang aktif pada jantung) dan protein struktural (misalnya: tubulin, reseptor untuk colchicine, agen anti-inflamasi).

Konsep reseptor mempunyai konsekuensi yang penting untuk perkembangan obat dan pengambilan keputusan terapeutik dalam praktek klinik. Pada dasarnya reseptor menentukan hubungan kuantitatif antara dosis atau konsentrasi obat dan efek farmakologi Afinitas reseptor untuk mengikat obat menentukan konsentrasi obat yang diperlukan untuk membentuk kompleks obat-resep receptor complexes) dalam jumlah yang berarti, dan jumlah ditim secara keseluruhan dapat membatasi efek maksimal yang bulkan oleh obat.
Reseptor bertanggung jawab pada selektivitas tindakan obat. Ukuran, bentuk dan muatan ion elektrik molekul obat menentu bagaimana kecocokan atau kesesuaian molekul tersebut akan terika pada reseptor tertentu diantara bermacam-macam tempat ikatan secara berbeda. Oleh karena itu, perubahan struktur kimia obat secara mencolok dapat menaikan atau menurunkan afinitas obat-obat baru terhadap golongan-golongan reseptor yang berbeda, yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam efek terapi dan tok- siknya. Suatu obat dikatakan spesifik bila kerjanya terbatas pada satu jenis reseptor, dan dikatakan selektif bila menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan efek lain baru timbul pada dosis yang lebih besar. Obat yang spesifik belum tentu selektif tetapi obat yang tidak spesifik dangan sendirinya tidak selektif.
Reseptor menjembatani kerja antagonis farmakologi. Efek antagonis di dalam tubuh pasien bergantung pada pencegahan pengikatan molekul agonis dan penghambatan kerja biologisnya. Beberapa obat bermanfaat sebagai antagonis farmakologis dalam pengibatan klinik. (Setyawati, Nur Falah,. 2015.)

Masih dikenal pula beberapa mekanime kerja lain tanpa pengikatan pada respon yaitu :
1.    Secara fisik, misalnya anestesi laksansia dan diuretik osmotik.
Obat ini dianggap melarut dalam lapisan lemak dari membrane sel, yang karenanya berubah sedemikian rupa sehingga transport normal dari oksigen dan zat zat gizi terganggu, akibatnya hilangnya prasaan.
2.    Secara kimiawi, misalnya antasida lambung.
Antasida ini dapat mengikat asam lambung yang berkelebihan dengan reaksi netralisasi kimiawi.
3.    Secara kompetisi, yaitu dengan antagonisme saingan, misalnya pada , pemakain sulfa.
4.    Dengan proses metabolism berbagai macam, misalnya antibiotika yang dapat mengganggu pembentukan dinding sel
Dapat digambarekan mekanisme kerja obat dengan efek nya dalam bagan berikut :


  O  +  R                      OR                        EFEK
Dalam bagan diatas dapat terlihat bahwa yang dimaksud dengan mekanisme kerja obet adalah akibat langsung penggabungan molekul obat (O) dengan suatu reseptor (R).
Bila reseptor itu suatu enzim, maka hasilnya dapat berupa penghambatan atau perangsangan enzim tersebut. Setelah kompleks obat-reseptor (OR) terbentuk kemungkinan besar akan terjadi reaksi rantai lebih lanjut, tetapi yang terlihat atau dapat diobservasi ialah timbulnya perubahan fungsi organ tertentu. Perubahan yang dapat dilihat disebut efek obat.

2.5  Faktor Yang mengubah Repon Terhadap Obat
1.    Absorpsi
Berhubungan dengan penyerapan terhadap obat. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat antara lain:
a. Rute pemberian obat, memilıki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat, bergantung pada struktur fisik jaringa relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga abs menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran napas percepat absorpsi akibat vaskularita mukosa dan permukaan kapiler alveolar. Karena obat yang berikan peroral harus melewati sistem pencernaan untuk bsorpsi, kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksı intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk kedalam sirkulasi sistemik.
 b.Daya larut obat, yang diberikan peroral setelah diingesti sangat bergantung pada bentuk atau preparat obat tersebut Larutan dan suspensi, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi daripada tablet atau kapsul. Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.
c.  Kondisi dijempat absorpsi, mempengaruhi kemudahan obat masuk kedalam sirkulasi sistemik Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam pembuluh darah
d. Perfusi jaringan, memengaruhi cepat lambatnya absorpsi obat. Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan. Otot memiliki suplai darah yang lebih banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan melalui intramuskuler (otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikkan lewat subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang terbaık adalah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat
e. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan. Misalnya zat besi dapat mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan atau segera setelah makan. Saat lambung terisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke duodenum, sehingga absorpsi obat melambat. Beberapa makanan dan antasid membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat melewati lapisan saluran cerna, contoh susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama makan.

2. Distribusi
Pengikatan dengan protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat dalam tubuh. Sawar darah otak hanya dapat menerima obat-obatan yang larut dalam lemak. Plasenta dapat ditembus oleh obat-obatan yang larut dalam lemak maupun air.
a.       Metabolisme/biotransformasi
Berkaitan dengan fungsi hati dan ginjai metabolisme. Kematangan dan ma! fungsi pada mempengaruhi metabolisme obat.
1)   Ekskresi
Rute utama ekskresi obat adalah ginjal, selain itu e feses, paru-paru, saliva, dan keringat juga merupa ekskresf obat.
2)   Usia
Bayi dan lansia sensitif terhadap obat-obatan. Dosis bayi dihitung berdasarkan berat badan dari pada usia biologis/gestasionalnya. Sejumlah perubahan fisiologis yang menyertai penuaan memengaruhi respons terhadap terapi obat.

3)   Berat Badan
Dosis obat diberikan sesuai dengan berat badannya. Ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan. Kebanyakan obat diberikan berdasarkan berat darn komposisi tubuh dewasa. Perubahan komposisi tubuh dapat mempengaruhi distribusi obat secara bermakna, misalnya pada klien lansia. Semakin kecil berat badan klien, semakin besar konsentrasi obat di dalam jaringarn tubuhnya, dan efek obat yang dihasilkan makin kuat.
4)   Toksisitas
Lebih sering terjadi pada orang-orang yang mempunyai gangguan hati atau ginjal dan pada orang yang muda dan tua.
5)   Farmakogenetik
Pengaruh faktor genetik terhadap respon obat. Susunan genetik bolik dalam keluarga seringkali sama, sehingga faktor mempengaruhi biotransformasi obat. Pola meta- genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk secara alami tersedia untuk membantu penguraian obat. Aki- batnya suatu jenis obat tertentu

b.      Rute/cara pemberian
Rute parenteral memiliki efek kerja obat yang'lebih cepat dari pada rute oral
1)      Saat/waktu pemberian
Ada atau tidak adanya makanan di dalam lambung dapat mempengaruhi kerja beberapa obat.
2)      Faktor emosional
Sugesti-sugesti mengenai obat dan efek sampingnya dapat mempengaruhi efek obat terhadap klien.
3)      Adanya penyakit
 Gangguan hati, ginjal, jantung, sirkulasi, dan gastro- intestinal mempengaruhi respon terhadap obat.

4)      Riwayat obat
 Penggunaan obat yang sama atau berbeda dapat me- ngurangi atau menambah efek dari obat
5)      Toleransi
Kemampuan kien untuk berespon terhadap dosis tertentu dari suatu obat dapat hilang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemberian. Kombinasi obat obatan dapat diberikan untuk mengurangi atau menunda terjadinya toleransi obat.
6)      Efek penumpukan
Terjadi jika obat dimetabolisme atau diekskresi lebih lambat dari pada kecepatan pemberian obat
7)      Interaksi obat
Efek kombinasi obat dapat lebih besar, sama, atau lemah dari pada efek tunggal. Beberapa obat mungkin bersaing untuk menempati reseptor yang sama. Reaksi yang merugikan dapat menyebabkan toksisitas atau kom- plikasi.
 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Farmakodinamika mempelaiari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi Per yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi berguna dalam sintesis obat baru. (Setyawati, Nur Falah,. 2015.)
Reseptor bertanggung jawab pada selektivitas tindakan obat. Ukuran, bentuk dan muatan ion elektrik molekul obat menentu bagaimana kecocokan atau kesesuaian molekul tersebut akan terika pada reseptor tertentu diantara bermacam-macam tempat ikatan secara berbeda. (Setyawati, Nur Falah,. 2015.)
Interaksi obat adalah kerja atau efek obat yang berubah, atau mengalami modifikasi sebagai akibat interaksi obat dengan reseptor, proses kerja obat, atau obat yang lain. Interaksi ini dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi dari obat atau saling bertentangan dengan efek terapi. (Setyawati, Nur Falah,. 2015.)
Dapat digambarekan mekanisme kerja obat dengan efek nya dalam bagan berikut :
  O  +  R                      OR                        EFEK
Dalam bagan diatas dapat terlihat bahwa yang dimaksud dengan mekanisme kerja obet adalah akibat langsung penggabungan molekul obat (O) dengan suatu reseptor (R).




3.2 Saran
1)      Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih mengenai konsep farmakodinamik.

2)      Bagi Mahasiswa
     Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak lengkapan materi mengenai konsep farmakodinamik.Kami mohon maaf, kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA
Setyawati, Nur Falah,. 2015. Dasar-Dasar Farmakologi Keperawatan, Yogyakarta.
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi & Keperawatan. Edisi II, Jakarta: Leskonfi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar